"this is the Captain, brace for impact!"
apakah yang akan terjadi selanjutnya.........
Bismillah.....
Alhamdulillah bisa menulis blog ini lagi, setelah dua hari lalu menonton sebuah film hollywood yang berjudul SULLY.
Cukuplah Tom Hanks yang membuatku tertarik untuk merogoh kantong buat beli tiket nonton bioskop. Entahlah bagiku, Tom Hanks itu sebuah "label jaminan" bahwa sebuah karya yang melibatkan dia maka itu berkualitas dan tidak sembarangan. Dan ternyata terbukti, aku sangat puas dengan film ini. Oke, cukup dengan Tom Hanksnya, sekarang beralih ke filmnya...
Sully adalah sebuah film berdasarkan kisah nyata yang disutradarai Clint Eastwood, lagi-lagi sebuah nama besar dalam perfilman Hollywood. Diangkat dari kisah heroik pendaratan darurat pesawat di air (ditching) pesawat US Airways dengan nomor penerbangan 1549 yang dipiloti Kapten Chesley "Sully" Sullenberger setelah kira-kira 3 menit lepas landas dari bandara La Guardia tanggal 15 Januari 2009. Keputusan untuk mendarat darurat diambil pasca pesawat ditabrak sekawanan burung hingga mematikan kedua mesinnya.
Pengalaman pilot Sully yang telah 40 tahun wara wiri di udara membuat dirinya tetap tenang dalam menghadapi kejutan tersebut. Dirinya dan sang Kopilot menerapkan prosedur dengan membuka buku panduan untuk melihat SOP, disamping tetap berkomunikasi dengan otoritas bandara La Guardia. Tercatat 208 detik waktu untuk menjalankan SOP dan berkomunikasi dengan pihak ATC, Pihak ATC pun dengan sigap berusaha keras membantu, bahkan berkoordinasi dengan otoritas bandara terdekat yaitu bandara Teterboro. Intinya, bandara La Guardia dan bandara Teterboro sudah menyiapkan landasan untuk US Airways, namun dalam rentang waktu 208 detik tersebut pesawat sudah mencapai titik rendah untuk bisa berputar ke bandara-bandara tersebut. Bunyi alarm "too low, terrain!" dan "pull up!" bergema dengan horrornya (hihihi lebay dah aku), menandakan pesawat sudah sangat dekat dengan daratan hingga tidak bisa bermanuver lagi. Dan akhirnya dipilihlah sungai Hudson sebagai tempat pendaratannya.
Berbeda dengan film sejenis seperti Flight yang dibintangi Denzel Washington, dimana rangkaian kejadian kecelakaan pesawat ditampilkan dahulu di awal film, film Sully justru di awal menampilkan profil sang pilot yang sedang dikarantina di hotel (karena sedang dalam investigasi KNKT) dalam keadaan bingung, dan trauma. Bayangan-banyangan kejadian dalam pesawat dan puja puji publik terhadap dirinya plus sorotan dan investigasi KNKT membuat dirinya dalam keadaan tidak menentu.
Aku pun mulai geregetan, mana sih adegan pesawatnya harus ditching itu. hehehe tapi disinilah menurutku letak kehebatan sutradara, bagian yang klimaksnya itu disimpan hingga ke bagian 2/3 menjelang film berakhir, yaitu saat Sully dan sang kopilot bersiap menhadapi sidang KNKT (kalo di Amrik sono sebutnya NTSB). Jika di Flight alurnya klimaks menuju antiklimaks, maka dalam film Sully aku merasakan sebaliknya.
Dan bagian terbaiknya, klimaks dalam film ini, tentu saja saat sidang KNKT tersebut. Menurut hasil investigasi, Pilot Sully dituduh bertindak ceroboh dengan mendaratkan pesawat di sungai padahal, menurut KNKT yang didukung dengan hasil simulasi dari Airbus, US Airways nahas itu seharusnya bisa didaratkan di La Guardia dan atau Teterboro. Bahkan disidang tersebut diputarkan simulasi yang menggunakan pilot lain, dan nampak bahwa pesawat bisa mendarat mulus di dua bandara tersebut. Pada bagian ini aku mulai kesel dengan KNKTnya. Coba kamu yang duduk dikokpit pada saat itu! hehehe dan aku juga berbisik ke suami disamping, "Mas kok dalam simulasi gak keliatan para pilotnya berkomunikasi dengan ATC". Selesai simulasi diputar, pihak KNKT pun bersiap untuk mendengar pembelaan pilot Sully dan kopilotnya. Di luar dugaan, Sully justru berujar -yang kira-kira -"Sudah bisa serius sekarang?". Pihak KNKT pun terperangah. Investigasi dengan simulasi tersebut sudah barang tentu sangat serius dan melibatkan banyak pihak. Tapi buat pilot Sully, itu tidak serius, bagaimana tidak, mereka menghilangkan satu point penting, satu faktor penting, FAKTOR MANUSIA. Bagaimana saat kejadian tabrakan dengan burung, mereka kaget dan berusaha menjalankan SOP hingga berkoordinasi dengan ATC, bahkan ATC pun perlu berkoordinasi dengan ATC bandara lain, dan kesemuanya itu memakan waktu 208 detik. Bayangkan 208 detik melayang dengan kecepatan tinggi sambil memutar otak memikirkan strategi, izin untuk mendarat di La Guardia atau Teterboro baru muncul setelah 208 detik tersebut. Akhirnya kapten Sully meminta untuk simulasi lagi dengan mengambil waktu tenggang 35 detik saja, sebelum mendarat. Hasilnya? silakan menonton saja ya.....
Peristiwa US Airways ini terkenal dengan istilah Miracle on Hudson, dimana semua penumpang dan awak penerbangan yang total berjumlah 155 orang berhasil selamat. Yah, makanya disebut miracle, keajaiban. Namun sejatinya, 7 tahun sebelum kejadian US Airways ini, ada sebuah keajaiban juga di sungai Bengawan Solo, ketika pesawat Garuda Indonesia yang dipiloti Kapten Abdul Rozak berhasil mendarat darurat di anak sungai Bengawan Solo, dengan semua penumpangnya selamat, namun korban jiwa 1 orang pramugari yang duduk di bagian ekor dan terlempar keluar ketika bagian ekor pesawat tersebut pecah menhantam bebatuan. Peristiwa ini pun terjadi pada bulan Januari, yaitu 16 Januari 2002. Ini pun sungguh kisah yang sangat heroik, bahkan menurutku ini juga sebuah keajaiban. Jika US Airways tertabrak burung pada 3 menit pasca lepas landas, maka Garuda Indonesia masuk awan kumulonimbus dan mati mesin pada ketinggian 23ribu kaki, setelah menghadapi goncangan-goncangan hebat. Dan jika US Airways mendarat di singai Hudson yang lebar dan lepas, maka Garuda Indonesia mendarat di anak sungai Bengawan Solo yang berkelok-kelok. Luar biasa!!!
Kapten Sully dan Kapten Abdul Rozak, mereka adalah Pahlawan. Peristiwa mereka sejatinya adalah keajaiban. Namun karena Kapten Sully hidup di Amrik, maka kisahnya lah yang TERPILIH untuk diabadikan dalam sebuah film yang apik. Sineas kita disini sayang sekali belum ada yang tergerak untuk mengabadkan kisah heroik Kapten Abdul Rozak.
catatan ; salut untuk film SULLY yang berhasil menyuguhkan tontonan bermutu denagn tanpa menjual wanita dan aurat, atau kisah asmara murahan. Melalui film ini terbukti, tanpa yang berbau vulgar pun film Hollywood bisa bermutu dan menarik. Clint Eastwood berhasil membuat film sebagai produk yang menjual.