Ini adalah corat coret ringan dijam rehat kantor, setelah kurang lebih 4 jam berkutat dengan berkas perkara Kasasi dan surat-surat yang harus diinput ke aplikasi persuratan Badilag.
Adalah belasan tahun lalu ketika sedang menyusun skripsi dalam rangka meraih gelar Sarjana dari fakultas Hukum UNSRAT Manado, sebuah pemikiran lahir begitu saja dari kepala ini. Kebetulan waktu itu objek ulasan pada skripsi aku adalah tentang Dewan Keamanan PBB, sebuah organ dalam struktur Perserikatan Bangsa-Bangsa yang, sesuai Piagam PBB, bertujuan untuk menjaga dan memelihara keamanan dan perdamaian dunia. Sebuah misi yang mulia, misi yang sering aku dengar dalam film-film kartun tentang jagoan dalam membela kebenaran dan perdamaian dunia hehehe (mulai ngawur nih). Oh ya, Dewan Keamanan PBB itu sendiri memiliki 15 negara anggota, dengan rincian 5 negara Anggota Tetap (merekalah para pemenang Perang Dunia II dan dianggap bertanggungjawab dalam perdamaian dunia, yaitu USA, Perancis, Inggris, China dan Rusia) serta 10 negara anggota tidak tetap yang keanggotaannya bergilir tiap 2 tahun.
Ketika sedang melakukan riset tentang Dewan Keamanan PBB (selanjutnya disingkat DK PBB), betapa terkejutnya aku mendapati fakta baru yang selama ini tidak pernah terpikirkan olehku bahwa fakta ini akan aku dapati di DK PBB (duhh apa sih). Fakta itu berkaitan dengan sistem pengambilan keputusan dalam DK PBB, sesuai pasal 27 Piagam PBB, bahwa dalam hal pengambilan keputusan untuk masalah prosedural maka berlaku minimal 9 suara dari 15 negara anggota DK PBB. Hal lumrah kan? Namun yang sangat mengusikku adalah mekanisme pengambilan keputusan untuk masalah Non Prosedural, yang berkaitan dengan tujuan dan fungsi DK PBB itu sendiri dalam menjaga keamanan dan perdamaian dunia, misalnya dalam menentukan situasi berbahaya dan mengancam perdamaian dunia, atau dalam hal menentukan sebuah negara terlibat dalam agresi yang bertentangan dengan perdamaian dunia, maka pengambilan keputusan berupa Resolusi ialah minimal 9 suara negara anggota dengan kebulatan suara dari 5 negara anggota tetap DK PBB. Dalam hal jika mayoritas negara mendukung namun satu negara anggota tetap tidak setuju dan menjatuhkan veto terhadap rancangan resolusi, maka rancangan itupun batal.
Sebuah pemikiran pun muncul di kepalaku, mengapakah untuk melahirkan resolusi yang berkaitan dengan hal penting yaitu perdamaian dunia, harus dengan kebulatan suara negara anggota tetap? Ya kita akan mengerti jika menarik garis hubung ke belakang, yaitu pada zaman berakhirnya Perang Dunai II dan dunia pun memasuki masa Perang Dingin. Pada waktu itu, aku masih bocah, namun aku masih dapat mengingat tentang keadaan dunia waktu itu (karena sudah terbiasa nonton Dunia Dalam Berita di TVRI dulu hehe). Ketika itu, pada masa Perang Dingin terdapat dua kutub negara adikuasa, yaitu USA dan Uni Sovyet. Merekalah "kiblat" dunia pada masa itu. Entah dalam hal ideologi, maupun dalam hal kekuatan persenjataan. Walaupun sempat ada gerakan Non Blok yang digagas salah satunya oleh Presiden Soeharto, namun pengaruh dua negara besar tersebut sangat kuat. Nah, keseimbangan di antara kedua sejoli ini (hihihi) dianggap dapat menjadi pilar demi tegaknya perdamaian. Maksudnya, jika keduanya dalam keadaan sepakat maka perdamaian tercipta. Begitulah kira-kira aku menggambarkan secara kasar. Nah begitu pula dengan 3 negara anggota tetap lainnya, pada dasarnya mereka adalah "pengikut" salah satu dari dua negara adikuasa tersebut. Jadi, veto itu semacam hak eksklusif yang diberikan pada 5 negara besar tersebut karena beratnya beban mereka dalam menjaga perdamaian dunia. Sekali lagi, bersepakatnya mereka dalam sebuah rancangan resolusi perdamaian, merupakan barometer untuk terciptanya perdamaian. Ya kira-kira gitulah. Memang bagiku agak rancu, tapi akupun akan maklum dan paham jika melihat sisi historisnya. Memang ini lebih kental politisnya.
Terus, mengapa aku terkejut dengan fakta 5 negara anggota tetap di atas? Ya, aku terkejut dalam hal mekanisme pengambilan keputusan, bahwa untuk masalah prosedural (kasarnya, masalah baisa-biasa saja, RUTIN) DK PBB menerapkan sistem pemungutan suara one nation one vote, dengan prinsip kesamaan suara baik untuk negara anggota tetap maupun tidak tetap. Namun untuk masalah urgent tentang perdamaian dunia, eitss nanti dulu! Suara negara anggota tetap menjadi sangat istimewa, bahkan menjadi sangat diperhitungkan bahkan bagi mereka sesama negara anggota tetap. Jika 4 negara anggota tetap setuju tapi ada 1 negara tidak setuju dan menjatuhkan veto, maka resolusi batal.
Ternyata bagi DK PBB, sistem pemungutan suara dengan one nation one vote itu untuk level biasa. Sedangkan untuk hal urgent, yang menjadi tugas pokok dan misi mereka, malah tidak berlaku "demokrasi one nation one vote", tapi mereka justru mengadopsi sistem seperti Syura dalam Islam, dan Ijma' dari kelima negara anggota tetap itulah yang berlaku.
Yeah, memang aku juga sepakat untuk membahas dan memutuskan hal-hal penting, tiap keputusan haruslah dengan mempertimbangkan kualitas mereka yang memberikan suara. Dan inilah kelemahan sistem one man one vote, suara seorang professor dan alim ulama, yang memberikan suara berdasarkan hasil pemikiran matang sesuai keilmuan mereka, nilainya SAMA dengan suara seorang (maaf) pemabuk dan pecandu narkoba misalnya, yang mungkin memberikan suaranya tanpa berpikir, ataupun pemikirannya tidak berdasarkan ilmu. Dan filosofi inilah yang dianut DK PBB, bahwa lima negara anggota tetap yang mempunyai pengaruh besar dalam perdamaian dunia itu tidak otomatis sama dengan negara anggota tidak tetap. Mirip dengan sistem Syura dalam Islam, latar belakang keilmuan seseorang sangat dihargai suaranya.
Terlepas dari substansinya, ataupun materi keputusan DK PBB, maupun siapa mereka para negara anggota tetap, tapi cara dan prosedur mereka cukup menarik perhatianku. Buat aku seorang Muslim, jangan terlalu tersedot dan menjadikan one man one vote sebagai satu-satunya cara untuk mengambil keputusan. Islam sendiri sudah memiliki sebuah mekanisme handal, yaitu Syura, bermusyawarahlah. Jangan mau kalah dengan DK PBB lhooo....met makan siang yach
Tidak ada komentar:
Posting Komentar