tessssss

Rabu, 28 Oktober 2015

Tumbang di Hari Ke Tiga

Bismillah...
Menulis coretan ini di kamar rumah mertua, ditemani Nadia yang lagi "bobo insyaAllah" (bobo dengan lantunan Maher Zain). Hei, ini kan hari Kamis, kok malah di rumah aja? Yupp, aku tumbang di hari ke tiga ngantor, rabu kemarin tidak kuat lagi menahan kerapuhanku yang sebenarnya sudah mulai terasa sejak hari keberangkatanku ke Jakarta. Apalagi ada insiden 6,5 jam di bandara Soetta. Aku yang sebenarnya janjian dengan suami yang berangkat dari Medan selepas dinas luar untuk sama-sama landing dan bertemu di Soetta. Tapi tak dinyana, pesawat suami delay selama 3,5 jam karena kabut asap di Kualanamu, sedangkan pesawatku on time dari Samratulangi. Jadilah ketika aku mendarat di Soetta, suami belum juga boarding. Jrenggg! Rasanya mau nangis. Mau pulang duluan tapi rasanya tidak sanggup dengan bawaan bagasi 6 koli (overnya 53kg dengan bayaran 1,4juta huhuuu...hehe namanya juga pindahan). Kalo di Soetta bisa sewa porter tapi kalo turun dari taksi n mau masukin ke rumah gak tau gimana deh. Total jenderal 6,5 jam aku duduk menunggu suami di soetta.

Hari pertama ngantor, deg degan juga membayangkan akan menyeberang jalan Ahmad Yani by pass yang rame dan kendaraannya melaju kencang gitu. Alhamdulillah ada jembatan penyeberangan di Rawasari, jaraknya sekitar 300 meter dari Gedung MA, ya nggak apa-apalah aku pilih lewat jembatan penyeberangan dan lanjut jalan kaki. Malah bersyukur dikasih kesempatan jogging hehe. Tapi pas pulangnya aku pilih tidak lewat jembatan tapi langsung menyeberang, alhamdulillah jalan Ahmad Yani bisa "ditaklukkan" #halahh walaupun setelah itu ada insiden salah naik metromini rawamangun, untung ketemu abang grab bike yang mau pulang dan beliau mau nganterin ke kantor suami di Pusdiklat Bea dan Cukai. Alhamdulillah.

Meski tiap hari ke kantor dengan menumpang mobil jemputan Bea dan Cukai dari kampus STAN (deket rumah), tapi tetap saja aku kelelahan selepas pindahan. Dalam perjalanan pulang di hari selasa memang aku sudah merasa down banget. Menelan sakit dan tulang belulang rasanya mau lepas heehe. Pas bangun di hari rabu eh ditambah pusing, akhirnya aku batal ngantor. Pas periksa ke klinik diluar dugaan, aku yang biasanya darah rendah kini darahku malah naik. Biasanya tekanan darahku 90/60 kini jadi 120/100. Mungkin buat orang lain itu masih normal tapi bagiku itu sudah hipertensi. Pantesan aku jadi kliyengan, kalo jalan rasanya oleng dan leher jadi kaku kalo menoleh. Aku disuruh istirahat dan banyakin minum air putih ama dokter. Oh begini ya rasanya hipertensi.

Dan kini di kamar ini selain Nadia, aku juga ditemani biskuit regal kesayanganku bila sedang sakit. Jadi rindu Mama Papa hiks hiks, dulu waktu aku kecil bila sakit selalu disediain Regal ama bubur plus teh manis di kamar. Aku sengaja gak ngabarin sakitku ini karena tidak ingin membuat mereka khawatir. Ya Allah jagalah orangtuaku di Bitung, mudahkan segala urusan mereka, berilah kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat, wafatkanlah mereka dalam keadaan khusnul khotimah, amiinn ya robbal alamiin.

Jumat, 23 Oktober 2015

Lirik Lagu Seruling di Lembah Sunyi

Seiring bersama alunan bunyi
Seruling dilembah sunyi
Disana ku duduk seorang diri
Menjelang di malam hari

    Terkenang ku akan seorang kasihku
    Yang telah pergi entah kemana
    Oh angin sampaikanlah salamku
    Ku nanti dilembah sunyi

Seindah alunan seruling senja
Begitu cintaku padanya

    Terkenang ku akan seorang kasihku
    Yang telah pergi entah kemana
    Oh angin sampaikanlah salamku
    Ku nanti dilembah sunyi

Seindah alunan seruling senja
Begitu cintaku padanya
Begitu cintaku padanya


Sebuah lagu sendu yang entahlah siapa yang menyanyikan pertama kali. Dan membayangkan kita merenung dikeheningan lembah sunyi itu sangat menggetarkan hati. Zaman sekarang ini susah mencari lembah sunyi tempat merenung hehe terlebih saya tinggal di kota. Makanya malam menjelang fajar adalah waktu favorit saya, karena badan sudah fresh baru terbangun, pikiran terasa bening karena keheningan suasana, saya suka sekali merenung pada saat-saat seperti itu. Hmmmmm

Selasa, 20 Oktober 2015

Dan Pengembaraan Pun Berlanjut

Bismillah...
Hidup sejatinya hanya pengembaraan, dari alam rahim ke alam dunia, bahkan kelak ke alam barzakh hingga menetap di akhirat. Maka ketika di dunia ini kita ditàkdirkan berpindah-pindah, maka itu hanyalah secuil bagian dari keseluruhan pengembaraan kita.

Hidup sebenarnya hanyalah perjalanan berkelana yang panjang, dari tahapan sejak kita bayi hingga menua. Maka jangan heran jika berpindah-pindah itu menjadi bagian takdirnya.

Menuju tempat baru, suasana dan orang-orang baru, memang tidaklah mudah, walaupun juga tidaklah sulit. Berkenalan dengan orang-orang baru, butuh sebuah seni. Terkadang kita dilenakan dengan keadaan, merasa betah dan nyaman dengan zona sekarang. Hingga merasa berat jika harus berganti zona. Padahal dengan itu Allah hendak membuat kita kaya, kaya akan pengalaman hidup yang tak ternilai harganya. Ada sebuah nasehat yang bagus, bahwa untuk maju kita harus berani meninggalkan zona nyaman. Bahkan kapal pesiar yang cantik pun tidak dibuat untuk hanya bersandar selamanya di dermaga, tapi untuk membuang sauhnya dan menerjang ombak lautan, menjauhi dermaga yang aman.

Selamat datang zona baru ku, sebuah kantor dengan judul "direktorat jenderal" yang tentunya "sangat serius", jauh dari PA Manado yang...begitulah hehe. Aku akan sangat rindu dengan PA Manado dan kota Manado yang hampir segala urusan dan jarak masih jadi perkara mudah, menuju kota Jakarta untuk membaurkan diri dengan kemacetan, melebur dengan kerasnya hidup di ibukota negara. Dan tentu saja " membuang sauh" berupa kebersamaan dan perlindungan orang tua, menuju kerasnya lautan kehidupan. Bukankah ini semua hanya bagian kecil dari my grand itinerary?

So, hidup di dunia hanya mengembara. Dan pengembaraanku pun berlanjut. Bismillahi tawakkaltu ilallaah...

Bitung, 20 okt. 2015 antara bahagia, sedih dan optimis

Jumat, 09 Oktober 2015

Kakakku, mengapa anti berubah...

Assalamualaikum, salam termanis untuk kakakku, akhwat senior dan kukenal shalihah serta tangguh di kampus dulu.

Kakakku, mengapa engkau dan beberapa temanmu kulihat berubah? Rentang belasan tahun yang memisahkan kita, dengan hidup dan karir masing-masing telah menghantarkan kita pada pertemuan yang mengejutkan. Rasa kangen dan kenangan indah sewaktu kita masih bersama di jalan partai (maaf bukan jalan dakwah kak, tapi jalan partai) masih membayangiku, namun aku terkejut akan sesuatu. Perubahanmu.

Kakakku Shalihah, ingatkah dulu, jilbabmu yang panjang menutupi dada hingga perut dan belakangnya, warna jilbab yang polos anti tabarruj, ingat kak? Kak, aku memakai jilbab panjang karena MENGIKUTIMU, mencontohmu, meneladanimu. Ketika kita semangat dalam jalan partai, aku menikmati kesederhanaan bahkan kesusahan kita, karena itulah daya juang kita tumbuh besar, Allahuakbar! Itulah sebuat kalimat yang sering kita pekikkan untuk membakar semangat.

Lalu kemudian di tengah jalan kita mulai terpisah. Aku yang tersadar bahwa aku hanyalah mengikuti jalan partai, bukan jalan dakwah memilih keluar dari jalan partai yang mengarah ke politik praktis. Kamu wahai Kakak, perlahan menjauhiku. Mencap aku sebagai "yang berguguran di jalan dakwah". Itu tidak mengapa kak. Hanyalah pembelajaran dari Allah bahwa ukhuwahmu ternyata bukan karena Allah tapi karena partai. Aku terima itu.

Namun kak, mengapa kini engkau dan beberapa temanmu berubah? Engkau memang masih menyebarkan kebaikan, namun kenapa memendekkan jilbab? Mengapa kini bertabarruj? Kemana idealismemu? Kenapa ?

Waktu memang telah mengubah segalanya. Waktulah sebenarnya yang menguji apa kita bertahan atau tidak. Aku tidak hendak menilai bahwa perubahanmu menurunkan keshalihanmu. Aku hanya prihatin bahwa kita termakan trend. Padahal untuk menarik simpati orang-orang, agar mau bergabung dengan jalanmu, bukanlah dengan mengikuti trend kak. Tapi cukup jadi diri sendiri. Dan bermuamalah dengan mereka secara baik. Itu saja.

Maaf kak jika tulisanku menyinggungmu. Sebab akupun sedang menyinggung diriku sendiri, mencambuk diriku. Semoga Allah mewafatkan kita dalam khusnul khotimah, amiinn...

Wassalamualaikum, salam manis tuk Kakakku cantik.

i know...

Well, i know...
Aku sadar, punya banyak kekurangan. Kurang sempurna. Dan entah kenapa sejak dulu aku begini. Kadang ku kira hampir mengidap kelainan jiwa hikss

Suka iri dengan mereka yang maju pesat dengan sgala kesempurnaan, suatu keadaan yang memaksaku menarik dan menutup diri, bergelung dalam selimut di balik tempurungku.

Katak dalam tempurung?? Ya ya. Silakan juluki aku dengan istilah itu. Ansos alias anti sosial? Silakan beri gelar itu, ada benarnya kok. Aku lebih nyaman hidup dalam imajinasiku sendiri. Hei, jangan kira hanya anak balita yang memiliki teman bayangan, aku yang sudah tua bangka ini pun punya.

Well, i know...
Hampir tidak ada yang bisa dibanggakan dari diriku. Aku tidak cantik seperti mereka, kurang cerdas seperti mereka. Aku naif. Kurang berprestasi. Tidak bakat berbisnis. Tapi paling tidak otak dan akalku kadang masih berfungsi.

Well i know...
Jika ingat semua dosa salah dan kekuranganku kadang ku ingin bumi tempatku berpijak terbelah lalu aku terjun ke dalamnya, atau ingin mengasingkan diri ke suatu tempat yang tenang. Tapi inilah realita, paling tidak aku masih memiliki tempurungku untuk ku bergelung disana.

Aku benar-benar cuma orang asing yang sedang mengembara...

(Ditulis saat sedang merasa "kerene" alias down)

Sabtu, 03 Oktober 2015

Kangen Masa Menulis

Sewaktu SMA, aku suka menulis cerita fiksi. Hobi yang kugeluti karena suka membaca cerpen dan komik. Entah kenapa, dalam otak ini terasa ada byk imajinasi, dan jika imajinasi itu terlalu membebani kepala, maka akan kukeluarkan dalam bentuk tulisan cerpen. Jadi motivasiku menulis bukanlah utk dipublish, tapi semata-mata karena sudah tidak mampu menanggung imajinasi di kepala. Anggaplah seperti mulas ingin (maaf) BAB, lama-lama tidak tahan akhirnya harus dikeluarkan.

Akhirnya jadilah kumpulan ceritaku hanya tersimpan di laci meja, aku sangat minder untuk mempublishnya, apalagi mengirim ke majalah untuk dimuat. Satu-satunya pembaca setia çeritaku hanyalah seorang teman bernama Mariska, yang ternyata diam-diam juga suka menulis cerpen. Maka jadilah kami suka tukar-tukar cerpen dan saling kritik.

Kepala penuh imajinasi bukannya hal indah, karena jika sedang ingin menulis cerita, aku kadang suka "sakaw menulis". Tak peduli sedang belajar di kelas, sedang musim ulangan atau saat tengah malam, tanganku tidak dapat menahan diri untuk menulis, bahkan hingga berlembar-lembar hasilnya. Sakaw menulis yang dahsyat kualami saat sedang ulangan catur wulan, ketika siswa lain sibuk belajar aku hanya menulis, bahkan hingga larut malam. Jadinya aku sama sekali tidak belajar. Modalku untuk ulangan hanyalah sisa-sisa ingatanku tentang pelajaran saat kegiatan belajar mengajar hehehe. Sibuk menulis selama seminggu lebih hingga mengacuhkan ulangan, jadilah cerita itu setebal satu buku tulis penuh ditambah setengah buku tulis, alias satu setengah buku. Aku tidak menyangka bisa seperti itu. Temanku bilang ini bukan cerpen lagi tapi sudah novel jadinya. Cerita panjang itu kuberi judul " Denting Piano di Tepian Telaga". Dan dengan malu-malu akhirnya kupinjami ke teman untuk mereka baca, dan hasilnya??? Mereka bilang bagus sih walaupun sad ending hehehe tokoh utamanya meninggal. Dan efek sampingnya, karena mengacuhkan ulangan maka rankingku di kelas terjun bebas, dari ranking 6 pada caturwulan lalu menjadi ranking 17. Papa sampai marah besar.

Kini, saat kesepian dan kekosongan mendera, keinginan untuk menulis kembali muncul. Semoga tidak sakaw menulis lagi takut mengganggu kinerjaku di kantor