bismillah....
Judul tulisanku di atas bukanlah dalam rangka hendak menganalisa, bahkan bukan pula sebuah kesimpulan. Aku tidak berwenang untuk menyimpulkan demikian karena aku bukan ahlinya. Judul di atas merupakan pertanyaan dalam kepalaku, benarkah orang jahat itu terlahir dari orang baik yang tersakiti ?
Bahwa hidup adalah cobaan, itu sebuah keniscayaan. Jika menjadi baik atau jahat menyandarkan pada sebuah ujian dan cobaan hidup, bukankah itu alasan yang mengada-ada? Lebih kedengaran seperti sebuah keputusasaan.
Coba kita tilik dalam sejarah perjalanan Nabi, merekalah yang mengalami ujian hidup yang sangat berat. Namun tidaklah hal tersebut menjadikan mereka berputus asa hingga "banting setir" menjadi penjahat. Bahkan besarnya ujian tersebut justru semakin mendekatkan mereka pada Allah.
Tapi itu kan Nabi, yang memang mendapat wahyu dari Allah, alias digembleng langsung oleh Allah. Panteslah jika kuat dan istiqomah.
Oke, fine.
Tanpa disebut nama pun, terlalu banyak tokoh orang baik yang melegenda, yang berasal dari keterpurukan dan dizhalimi. Perlakuan yang semena-mena dan ketidakadilan atas mereka, tidak lantas menjadikan mereka menemukan alasan untuk menjadi jahat.
Tokoh Joker dalam film berjudul sama dengan namanya tersebut, patutlah dipahami dari sudut pandang berbeda. Bahwa dalam film tersebut dijelaskan bahwa Joker alias Arthur adalah seorang penderita penyakit yang berhubungan dengan psikologisnya, yang mengharuskan ia meminum obat dengan rutin. Penyakit tersebut yang disebabkan oleh kekerasan demi kekerasan yang ia alami semasa kecil oleh ibu angkatnya, terutama trauma di kepalanya.
Selain itu, ini hanyalah sebuah film. Buat aku, terlalu dipaksakan jika sadisme seorang Joker dihubung-hubungkan dengan mental illnessnya. Dalam artian, para penderita mental illness (yang terdiagnosa oleh ahli) janganlah merasa alur film ini merupakan acuan atau merupakan hubungan sebab akibat. Selain itu, bagi penonton yang sedang galau, jangan tetiba merasa menjadi seorang penderita mental illness sehingga merasa film Joker merupakan inspirasi untuk bersikap. Film hanyalah sebuah film. Tetaplah akal dan pikiran serta hati nurani yang menentukan siapa kita, bukannya film. Hanya saja aku sepakat, bagi mereka yang labil pikirannya sebaiknya tidak menonton film ini dan film-film sejenis.
Adalah mengherankan, jika seorang manusia dewasa yang tidak sedang menderita mental illness (terdiagnosa oleh ahli), yang selalu menghubung-hubungkan kelakuan jahatnya karena pengaruh pihak lain di luar dirinya. Apatah lagi jika ia menyatakan bahwa sikap jeleknya itu karena disebabkan oleh si Anu. Idih, betapa pengecutnya, seenaknya bertindak jelek terus melemparkan kesalahan pada orang lain. Jika misalnya ia menyatakan bersalah dan mengakui khilaf karena sebuah trauma, mungkin itu masih bisa diterima. Harusnya pula ia senantiasa dalam keadaan selalu melawan rasa traumanya tersebut. Namun jika malah asyik tenggelam, berbuat jelek bahkan jahat dengan enteng beralasan bahwa ia trauma, wah kebangetan banget.
Menghadapi beberapa trauma dalam hidup, meski keinginan untuk membalas begitu besar namun pilihan untuk menjauh dari orang-orang yang pernah jahat itulah yang kupilih. Jika sudah sedemikian beratnya, kadang berdoa saja. Berdoa menjadikan hati lebih tenang. Lagi pula, kita cukup berpuas diri dengan nasihat malaikat Jibril kepada Rasulullah, yang kira-kira berbunyi "Wahai Muhammad, hiduplah sesukamu, (namun ketahuilah) sesungguhnya engkau pasti akan mati. Cintailah siapa yang engkau suka, (namun ketahuilah) sesungguhnya engkau pasti akan berpisah dengannya. Berbuatlah sekehendakmu, kelak engkau pasti akan melihat balasannya".
Itulah salah satu cara untuk survive hidup di dunia. Jika tidak menempuh cara demikian, maka tidak tahu bakal jadi apa aku ini. Pengkhianatan teman dan orang yang kupercaya, pengkhianatan dan perlawanan dari orang yang pernah aku bantu, dan konflik-konflik lainnya, termasuk cibiran dan bullying yang kuterima, jika tidak bersandarkan diri pada Allah, maka hancurlah diri ini.
Antara menjadi malaikat atau iblis, sejatinya manusia tetaplah seorang manusia. Pilihan ada di depan matanya. Jangan memaksakan diri menjadi malaikat atau iblis, karena manusia diberi akal pikiran untuk memilih. Sekali lagi, hidup itu sudah menajdi sunnatullah selalu dipenuhi dengan cobaan dan ujian.
Semoga kita semua termasuk dalam orang-orang yang selalu sabar dan selalu dalam petunjukNya.
Kamis, 17 Oktober 2019
Rabu, 16 Oktober 2019
Angsa Putih, Kapan Difilmkan ?
Bismillah...
Ini cerita tentang novel Angsa Putih karya Bu Sunarsasi. Novel ini sesungguhnya merupakan bacaan mingguan aku semasa ABG dulu, ketika Mama langganan tabloid Nova. Angsa Putih adalah sebuah cerita bersambung di tabloid itu. Awalnya aku iseng baca saja, karena semua artikel dan berita sudah selesai dilahap, maka pilihan terakhir adalah cerbungnya. Namun lambat laun, cerbung menempati posisi utama untuk dilahap terlebih dahulu, baru isi tabloid lainnya heheheh.
Singkatnya, novel ini berkisah tentang perjalanan hidup dan kisah cinta gadis keturunan Cina yatim piatu bernama Anli. Sebatang kara hidup menghadapi perlakuan tidak mengenakkan dari tante dan sepupunya sendiri yang iri terhadapnya, juga melalui jalinan kasih bersama Agus hingga menikah justru dengan Abi. Takdir bertitah, akhirnya Anli dan Agus dipersatukan kembali, ketika mereka sama-sama remuk redam dengan hidup mereka masing-masing.
Bu Sunarsasi, yang aku tengarai juga seorang keturunan Cina, menjadikan novel ini seperti sungai, yang lancar mengalir tanpa hambatan untuk dibaca sekaligus dicerna. Tertawa dan sedih mengharu biru silih berganti memenuhi ruang hatiku ketika menelusuri cerita. Konflik yang kian memanas, api cemburu antara Agus Anli dan Abi, hingga Abi lah yang keluar sebagai pemenang untuk mempersunting Anli, membuat sebuah grafik naik turun terhadap emosiku heheheh. Namun sebagai penulis, toh kisah serumit apapun pasti ada jalan keluarnya. Sama sepertiku, kematian adalah salah satu jalan keluar untuk menyatukan tokoh-tokoh dalam cerita. Pilihan untuk "mematikan" tokoh Abi cukup fair dipilih sebagai jalan menyatukan kembali tokoh Agus dan Anli. Romansa antara Anli dan Agus yang seorang pengusaha sukses, mengingatkan aku pada cerita antara Ana dan Mr. Christian Grey hehehe. Betapa perbedaan yang sangat besar tersebut masih merupakan bahan yang menarik untuk dijadikan cerita.
Aku sebenarnya tidak pernah mengira jika cerbung Angsa Putih ternyata dicetak sebagai novel. Baru ketika zaman now aku iseng searching tentang cerbung ini, tahulah aku jika cerbung itu sudah berwujud novel dua jilid. Maka aku meminta suami (lebih tepatnya mrengek hehehe) untuk mencari jika ada yang menjual novel tersebut, jika ada maka belilah. Akhirnya suami belikan aku novel bekas yang dijual kembali, si pemilik sebelumnya berasal dari Temanggung, dibelinya novel ini tahun 1997. Wah cukup jadul juga ya. Nah, jika dari cerbung bisa menjadi novel, kapan kah cerita ini akan difilmkan ya? Hehehe bagus juga ada film di masa kini, dimana ceritanya di masa lalu, masa dimana tanpa gadget. Saling bertukar kabar hanya melalui surat, bukannya WA. Selain itu, aku termasuk yang menyukai gaya bahasa ala jadul, bukan kekinian. Kalaupun memakai gaya bahasa kekinian, cukuplah itu sebagai selipan sahaja. Nah, gaya bahasa novel ini demikian adanya. Gaya santuy cukup sebagai selipan.
Buat penyuka novel jadul, novel Angsa Putih ini recommended.
Ini cerita tentang novel Angsa Putih karya Bu Sunarsasi. Novel ini sesungguhnya merupakan bacaan mingguan aku semasa ABG dulu, ketika Mama langganan tabloid Nova. Angsa Putih adalah sebuah cerita bersambung di tabloid itu. Awalnya aku iseng baca saja, karena semua artikel dan berita sudah selesai dilahap, maka pilihan terakhir adalah cerbungnya. Namun lambat laun, cerbung menempati posisi utama untuk dilahap terlebih dahulu, baru isi tabloid lainnya heheheh.
![]() |
koleksi novel Angsa Putihku |
Bu Sunarsasi, yang aku tengarai juga seorang keturunan Cina, menjadikan novel ini seperti sungai, yang lancar mengalir tanpa hambatan untuk dibaca sekaligus dicerna. Tertawa dan sedih mengharu biru silih berganti memenuhi ruang hatiku ketika menelusuri cerita. Konflik yang kian memanas, api cemburu antara Agus Anli dan Abi, hingga Abi lah yang keluar sebagai pemenang untuk mempersunting Anli, membuat sebuah grafik naik turun terhadap emosiku heheheh. Namun sebagai penulis, toh kisah serumit apapun pasti ada jalan keluarnya. Sama sepertiku, kematian adalah salah satu jalan keluar untuk menyatukan tokoh-tokoh dalam cerita. Pilihan untuk "mematikan" tokoh Abi cukup fair dipilih sebagai jalan menyatukan kembali tokoh Agus dan Anli. Romansa antara Anli dan Agus yang seorang pengusaha sukses, mengingatkan aku pada cerita antara Ana dan Mr. Christian Grey hehehe. Betapa perbedaan yang sangat besar tersebut masih merupakan bahan yang menarik untuk dijadikan cerita.
Aku sebenarnya tidak pernah mengira jika cerbung Angsa Putih ternyata dicetak sebagai novel. Baru ketika zaman now aku iseng searching tentang cerbung ini, tahulah aku jika cerbung itu sudah berwujud novel dua jilid. Maka aku meminta suami (lebih tepatnya mrengek hehehe) untuk mencari jika ada yang menjual novel tersebut, jika ada maka belilah. Akhirnya suami belikan aku novel bekas yang dijual kembali, si pemilik sebelumnya berasal dari Temanggung, dibelinya novel ini tahun 1997. Wah cukup jadul juga ya. Nah, jika dari cerbung bisa menjadi novel, kapan kah cerita ini akan difilmkan ya? Hehehe bagus juga ada film di masa kini, dimana ceritanya di masa lalu, masa dimana tanpa gadget. Saling bertukar kabar hanya melalui surat, bukannya WA. Selain itu, aku termasuk yang menyukai gaya bahasa ala jadul, bukan kekinian. Kalaupun memakai gaya bahasa kekinian, cukuplah itu sebagai selipan sahaja. Nah, gaya bahasa novel ini demikian adanya. Gaya santuy cukup sebagai selipan.
Buat penyuka novel jadul, novel Angsa Putih ini recommended.
Aku, Buku, Kopi dan Hujan
Bismillah...
Oktober sudah memasuki pertengahan, hujan mulai merintik menyapa Bumi yang sudah berbulan-bulan kering kehausan. Musim penghujan, artinya musim yang romantis buat aku. Romantis mengingat masa kanak-kanak dulu, ketika hujan lebat mengguyur maka badanku akan diolesi balsem dan dipakaikan jaket sama Mama untuk melawan dinginnya hawa. Romantis ketika mengingat dulu ketika sudah pulang sekolah dan cuma berdua dengan Kakak di rumah, Mama Papa masih di kantor, aku suka sekali menulis cerpen di meja kamarku, mejanya menghadap jendela dan tetumbuhan sehingga bisa menulis sambil melihat hujan di luar, mendengar merdunya suara air yang jatuh di dedaunan. Keriuhan alam yang indah dan penuh inspirasi.
Kini setelah dewasa, menua dan tinggal di ibukota, jendela yang menghadap pepohonan tinggallah mimpi. Tetapi romantisme hujan tetaplah abadi hingga hujan akhirnya tamat di akhir zaman kelak. Nikmat membaca atau menulis di depan jendela yang menghadap pepohohan ketika hujan, itu tetap membayangi. Tidakkah kamu bayangkan wahai Sobat, itu termasuk salah satu surga dunia ini. Impianku kelak, bakal punya kamar dengan balkonnya, serta memiliki jendela yang menghadap pepohonan lagi, dan kamar itu dilengkapi dengan perpustakaan mini plus teleskop bintang. Jadi ketika siang atau sore bisa membaca, malamnya bisa menonton pertunjukkan bintang dengan teleskop, ditemani Kopi, suami dan anak-anak. Dengan demikian, segala gadget dan televisi pun bakal ditinggal, aamiinn yaa robbal alamiin...
![]() |
gambar diambil dari https://style.tribunnews.com/2017/09/27/8-kegiatan-menyenangkan-yang-bisa-dilakukan-saat-hujan-turun-yang-terakhir-pasti-kamu-setuju?page=3 |
![]() |
gambar ku ambil dari akun FB salah satu temanku, yang diambil dari akun Wild Free |
Langganan:
Postingan (Atom)