tessssss

Senin, 18 April 2016

Tengah Malam Yang Mencerahkan

In the middle of the nightI go walking in my sleepFrom the mountains of faithTo a river so deep
I must be looking for somethingSomething sacred I lostBut the river is wideAnd it's too hard to cross
And even though I know the river is wideI walk down every evening and I stand on the shoreAnd try to cross to the opposite sideSo I can finally find out what I've been looking for
In the middle of the nightI go walking in my sleepThrough the valley of fearTo a river so deep
And I've been searching for somethingTaken out of my soulSomething I would never loseSomething somebody stole
I don't know why I go walking at nightBut now I'm tired and I don't want to walk anymoreI hope it doesn't take the rest of my lifeUntil I find what it is that I've been looking for
In the middle of the nightI go walking in my sleepThrough the jungle of doubtTo a river so deep
I know I'm searching for somethingSomething so undefinedThat it can only be seenBy the eyes of the blind
In the middle of the night
I'm not sure about a life after thisGod knows I've never been a spiritual manBaptized by the fire, I wade into the riverThat runs to the promised land
In the middle of the nightI go walking in my sleepThrough the desert of truthTo the river so deep
We all end in the oceanWe all start in the streamsWe're all carried alongBy the river of dreams
In the middle of the night
Bismillah....
Kata-kata di atas adalah bait lagu River of Dreams yang dinyanyikan oleh Billy Joel. Itu lagu jadul sih, pernah denger waktu kecil cuman baru ngeh sekarang kalo judulnya River of Dreams. Iramanya rancak, enak didengar dan liriknya bisa memotivasi.
Lagu ini kira-kira bercerita tentang keinginan seseorang untuk mencari "sesuatu" dengan sangat gigih walopun harus menyeberangi sungai yang dalam. Namun dia sendiri belum bisa memastikan APA sebenarnya yang dia cari itu. Yah seperti itulah.
Ada satu kalimat yang selalu diulang dalam lagu ini, yaitu in the middle of the night. Aku jadi terpaku pada kalimat itu. Yeah, Tengah Malam, aku suka itu. Tengah malam yang hening, membuat hati jadi bening dan fikiran jernih. Kalo aku ingat-ingat, ada beberapa lagu juga yang bercerita tentang perenungan yang dilakukan pada waktu malam atau tengah malam. Ada apa dengan tengah malam? Apa istimewanya tengah malam? 
Bahkan agama Islam memberikan label yang istimewa pada tengah malam, khususnya di ujung malam. Umat Islam dianjurkan bangun untuk melakukan shalat Tahajjud dan mendekatkan diri pada Allah SWT sebagai ibadah tambahan yang istimewa. Dan tidak semua orang mampu melakukannya. Bayangkan, tengah malam itu waktu yang enak untuk tertidur, sangat sedikit orang yang mau bangun untuk beribadah. Apalagi merenungi dirinya sendiri.
Bagiku, tengah malam adalah waktu yang sangat istimewa dalam 24 jam. Dan jujur saja aku juga tidak bisa tiap hari menikmati beningnya tengah malam itu, makanya bagiku itu istimewa karena untuk menikmatinya harus melawan kemalasan yang terasa memberatkan. Kesunyian dan kegelapan tengah malam ternyata membuat pikiran cerah. Muramnya tengah malam justru bisa membuat mata melihat dari sudut yang berbeda. Segala benda dan tiap sudut dunia bisa terlihat berbeda ketika tengah malam. Dan tentu saja segala permasalahan bisa terlihat lain ketika direnungi saat tengah malam. Mungkin itu juga yang menginspirasi Billy Joel untuk mencari sesuatunya justru pada tengah malam. Tengah malam adalah waktu untuk membuka pintu kearifan dalam pikiran, yang pada waktu siang hari mungkin sangat susah untuk terketuk.
Tengah malam itu.....mencerahkan
*coretan suatu siang di kantor sehabis istirahat, ketika berkas perkara kasasi dan surat-surat sudah selesai dikerjakan

Selasa, 05 April 2016

Akrabnya Dewan Keamanan PBB Dengan Sistem (seperti) Syura, Bagaimana Dengan Kita (Muslim)?

Bismillah.....

Ini adalah corat coret ringan dijam rehat kantor, setelah kurang lebih 4 jam berkutat dengan berkas perkara Kasasi dan surat-surat yang harus diinput ke aplikasi persuratan Badilag. 

Adalah belasan tahun lalu ketika sedang menyusun skripsi dalam rangka meraih gelar Sarjana dari fakultas Hukum UNSRAT Manado, sebuah pemikiran lahir begitu saja dari kepala ini. Kebetulan waktu itu objek ulasan pada skripsi aku adalah tentang Dewan Keamanan PBB, sebuah organ dalam struktur Perserikatan Bangsa-Bangsa yang, sesuai Piagam PBB, bertujuan untuk menjaga dan memelihara keamanan dan perdamaian dunia. Sebuah misi yang mulia, misi yang sering aku dengar dalam film-film kartun tentang jagoan dalam membela kebenaran dan perdamaian dunia hehehe (mulai ngawur nih). Oh ya, Dewan Keamanan PBB itu sendiri memiliki 15 negara anggota, dengan rincian 5 negara Anggota Tetap (merekalah para pemenang Perang Dunia II dan dianggap bertanggungjawab dalam perdamaian dunia, yaitu USA, Perancis, Inggris, China dan Rusia) serta 10 negara anggota tidak tetap yang keanggotaannya bergilir tiap 2 tahun.

Ketika sedang melakukan riset tentang Dewan Keamanan PBB (selanjutnya disingkat DK PBB), betapa terkejutnya aku mendapati fakta baru yang selama ini tidak pernah terpikirkan olehku bahwa fakta ini akan aku dapati di DK PBB (duhh apa sih). Fakta itu berkaitan dengan sistem pengambilan  keputusan dalam DK PBB, sesuai pasal 27 Piagam PBB, bahwa dalam hal pengambilan keputusan untuk masalah prosedural maka berlaku minimal 9 suara dari 15 negara anggota DK PBB. Hal lumrah kan? Namun yang sangat mengusikku adalah mekanisme pengambilan keputusan untuk masalah Non Prosedural, yang berkaitan dengan tujuan dan fungsi DK PBB itu sendiri dalam menjaga keamanan dan perdamaian dunia, misalnya dalam menentukan situasi berbahaya dan mengancam perdamaian dunia, atau dalam hal menentukan sebuah negara terlibat dalam agresi yang bertentangan dengan perdamaian dunia, maka pengambilan keputusan berupa Resolusi ialah minimal 9 suara negara anggota dengan kebulatan suara dari 5 negara anggota tetap DK PBB. Dalam hal jika mayoritas negara mendukung namun satu negara anggota tetap tidak setuju dan menjatuhkan veto terhadap rancangan resolusi, maka rancangan itupun batal.

Sebuah pemikiran pun muncul di kepalaku, mengapakah untuk melahirkan resolusi yang berkaitan dengan hal penting yaitu perdamaian dunia, harus dengan kebulatan suara negara anggota tetap? Ya kita akan mengerti jika menarik garis hubung ke belakang, yaitu pada zaman berakhirnya Perang Dunai II dan dunia pun memasuki masa Perang Dingin. Pada waktu itu, aku masih bocah, namun aku masih dapat mengingat tentang keadaan dunia waktu itu (karena sudah terbiasa nonton Dunia Dalam Berita di TVRI dulu hehe). Ketika itu, pada masa Perang Dingin terdapat dua kutub negara adikuasa, yaitu USA dan Uni Sovyet. Merekalah "kiblat" dunia pada masa itu. Entah dalam hal ideologi, maupun dalam hal kekuatan persenjataan. Walaupun sempat ada gerakan Non Blok yang digagas salah satunya oleh Presiden Soeharto, namun pengaruh dua negara besar tersebut sangat kuat. Nah, keseimbangan di antara kedua sejoli ini (hihihi) dianggap dapat menjadi pilar demi tegaknya perdamaian. Maksudnya, jika keduanya dalam keadaan sepakat maka perdamaian tercipta. Begitulah kira-kira aku menggambarkan secara kasar. Nah begitu pula dengan 3 negara anggota tetap lainnya, pada dasarnya mereka adalah "pengikut" salah satu dari dua negara adikuasa tersebut. Jadi, veto itu semacam hak eksklusif yang diberikan pada 5 negara besar tersebut karena beratnya beban mereka dalam menjaga perdamaian dunia. Sekali lagi, bersepakatnya mereka dalam sebuah rancangan resolusi perdamaian, merupakan barometer untuk terciptanya perdamaian. Ya kira-kira gitulah. Memang bagiku agak rancu, tapi akupun akan maklum dan paham jika melihat sisi historisnya. Memang ini lebih kental politisnya.

Terus, mengapa aku terkejut dengan fakta 5 negara anggota tetap di atas? Ya, aku terkejut dalam hal mekanisme pengambilan keputusan, bahwa untuk masalah prosedural (kasarnya, masalah baisa-biasa saja, RUTIN) DK PBB menerapkan sistem pemungutan suara one nation one vote, dengan prinsip kesamaan suara baik untuk negara anggota tetap maupun tidak tetap. Namun untuk masalah urgent tentang perdamaian dunia, eitss nanti dulu! Suara negara anggota tetap menjadi sangat istimewa, bahkan menjadi sangat diperhitungkan bahkan bagi mereka sesama negara anggota tetap. Jika 4 negara anggota tetap setuju tapi ada 1 negara tidak setuju dan menjatuhkan veto, maka resolusi batal.

Ternyata bagi DK PBB, sistem pemungutan suara dengan one nation one vote itu untuk level biasa. Sedangkan untuk hal urgent, yang menjadi tugas pokok dan misi mereka, malah tidak berlaku "demokrasi one nation one vote", tapi mereka justru mengadopsi sistem seperti Syura dalam Islam, dan Ijma' dari kelima negara anggota tetap itulah yang berlaku.

Yeah, memang aku juga sepakat untuk membahas dan memutuskan hal-hal penting, tiap keputusan haruslah dengan mempertimbangkan kualitas mereka yang memberikan suara. Dan inilah kelemahan sistem one man one vote, suara seorang professor dan alim ulama, yang memberikan suara berdasarkan hasil pemikiran matang sesuai keilmuan mereka, nilainya SAMA dengan suara seorang (maaf) pemabuk dan pecandu narkoba misalnya, yang mungkin memberikan suaranya tanpa berpikir, ataupun pemikirannya tidak berdasarkan ilmu. Dan filosofi inilah yang dianut DK PBB, bahwa lima negara anggota tetap yang mempunyai pengaruh besar dalam perdamaian dunia itu tidak otomatis sama dengan negara anggota tidak tetap. Mirip dengan sistem Syura dalam Islam, latar belakang keilmuan seseorang sangat dihargai suaranya. 

Terlepas dari substansinya, ataupun materi keputusan DK PBB, maupun siapa mereka para negara anggota tetap, tapi cara dan prosedur mereka cukup menarik perhatianku. Buat aku seorang Muslim, jangan terlalu tersedot dan menjadikan one man one vote sebagai satu-satunya cara untuk mengambil keputusan. Islam sendiri sudah memiliki sebuah mekanisme handal, yaitu Syura, bermusyawarahlah. Jangan mau kalah dengan DK PBB lhooo....met makan siang yach